Kamis, 03 November 2011

Ekonomi Negara Maju Melambat, ASEAN Bertahan

Ekonomi dunia mengalami koreksi proyeksi pertumbuhan dunia dari 4,3 persen jadi 4 persen
Pemerintah memprediksi perekonomian dunia dan regional pada 2012 masih dibayangi perlambatan pertumbuhan ekonomi negara-negara maju. Namun, negara-negara berkembang di ASEAN diperkirakan tetap tumbuh, dikarenakan Negara-negara asia terutama ASEAN memiliki ukatan yang dapat menetralisir dari gejolak ekonomi, yaitu konsumsi domestik.

Pelaksana Tugas Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan, Bambang Brodjonegoro, menuturkan, ekonomi dunia telah mengalami koreksi proyeksi pertumbuhan dari 4,3 persen menjadi empat persen pada 2011 dan dari 4,5 persen menjadi empat persen untuk 2012. Diperkirakan ekonomi asia bahkan dunia masih dipengaruhi oleh dua Negara yaitu cina dan india.

Koreksi terbesar juga dilakukan di negara-negara maju dari 2,2 persen menjadi 1,6 persen dan negara-negara berkembang dari 6,6 persen menjadi 6,4 persen. Sementara itu, di ASEAN koreksi dari 5,4 persen menjadi 5,3 persen. Untuk saat ini gejolak ekonomi yang melanda dunia tidak berpengaruh besar terhadap Negara-negara ASEAN.
"ASEAN terkena krisis, tapi dibandingkan negara-negara dunia lain relatif lebih kecil," kata Bambang di Jakarta, Senin 31 Oktober 2011.

Perlambatan ekonomi dunia tersebut, dia melanjutkan, diperkirakan mempengaruhi penurunan volume perdagangan dunia dari 7,5 persen pada 2011 menjadi 5,8 persen pada 2012.
Bambang mengungkapkan, negara maju yang diharapkan menjadi penopang pertumbuhan ekonomi dunia saat ini belum ada perbaikan, sehingga perekonomian tergantung pada China dan India.

Guru Besar Universitas Indonesia ini menjelaskan, perekonomian Asia diperkirakan melambat, tapi tidak parah, karena mempunyai ketahanan khusus yang dapat menangkal perlambatan ekonomi, yaitu konsumsi domestik.
Namun, ia memproyeksikan Singapura dan Malaysia merupakan dua negara pertama di ASEAN yang terkena dampak krisis ekonomi global di Amerika Serikat dan Eropa.

"Negara-negara Asia mempunyai basis konsumsi domestik besar, sehingga dalam masa krisis gejolak ekonomi, konsumsi domestik bisa menetralisasi dampak tersebut," kata Bambang.

Indonesia, dia melanjutkan, mempunyai posisi strategis di Asia dan Asia Timur. Sebab, pasar komoditas Indonesia sebagian besar ke China, Jepang, dan ASEAN serta bukan ke Eropa dan Amerika Serikat. Namun, pemerintah akan tetap mewaspadai dampak putaran kedua.

Sementara itu, Wakil Menteri Keuangan, Anny Ratnawati menjelaskan pemerintah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2012 telah mengakomodasi upaya mitigasi dan antisipasi dampak perlambatan ekonomi dunia.
Dari sisi kebijakan fiskal 2012, kata dia, pemerintah menyiapkan anggaran risiko fiskal sebesar Rp15,8 triliun, dana bantuan sosial untuk menjaga daya beli masyarakat Rp64,9 triliun, subsidi pangan Rp15,6 triliun, cadangan beras Rp2 triliun, dan belanja lain untuk keperluan mendesak Rp5,5 triliun.

Selain itu, cadangan devisa hingga September 2011 mencapai US$114 miliar yang juga disiapkan untuk mitigasi dan antisipasi krisis. "Semua itu adalah langkah berlapis untuk mitigasi dan antisipasi," ujarnya.

Anny menyatakan, sebenarnya krisis ekonomi yang menerpa Eropa dan Amerika Serikat bisa juga dilihat sebagai peluang potensi arus modal asing yang masuk ke Indonesia (capital inflow) akan terus membesar pada 2012.
Untuk itu, menurut dia, pemerintah akan berusaha mengalihkan arus modal masuk ke sektor riil guna membangun infrastruktur di Indonesia. 
• VIVAnews

Tidak ada komentar:

Posting Komentar