KONDISI PEREKONOMIAN
INDONESIA SAAT INI (DEDUKTIF)
Kondisi perekonomian suatu
bangsa banyak dipengaruhi oleh beberapa factor, salah satu factor yang
terpenting adalah factor inflasi suatu Negara. Inflasi adalah fenomena kenaikan
harga-harga barang secara umum dan menyeluruh serta berlangsung terus menerus.
Inflasi terjadi jika permintaan agregat melebihi penawaran agregat. Artinya
permintaan akan baran-barang kebutuhan melebihi jumlah barang yang ditawarkan
atau yang tersedia. Sudah dipastikan jika hal terebut terjadi maka inflasi akan
melanda perokonomian suatu bangsa. Juga factor-faktor lain seperti pertumbuhan
ekonomi, siklus ekonomi, dan pengangguran turut serta dalam mempengaruhi
kondisi perekonomian.
Suatu perekonomian dikatakan
mengalami pertumbuhan ekonomi jika jumlah produksi barang dan jasa meningkat.
Dalam dunia nyata, amat sulit untuk mencatat jumlah unit barang dan jasa yang
dihasilkan selama periode tertentu. Kesulitan itu muncul bukan saja karena
jenis barang dan jasa yang dihasilkan sangat beragam, tetapi satuan ukuranya
pun berbeda. Belum lagi produk-produk yang tidak terukur dengan satuan fisik,
misalnya jasa konsultasi, jasa pariwisata dan jasa-jasa modern lainya.
Sampai saat ini yang tetap
menjadi perdebatan hangat di Indonesia adalah; mana yang lebih penting,
pertumbuhan atau pemerataan? Terlepas dari mana yang lebih penting, yang pasti
pertumbuhan ekonomi sangat penting dan dibutuhkan. Sebab, tanpa pertumbuhan
tidak akan terjadi peningkatan kesejahteraan, kesempatan kerja, produktivitas dan
distribusi pendapatan. Pertumbuhan ekonomi juga penting untuk mempersiapkan
perekonomian menjalani tahapan kemajuan seanjutnya.
Perekonomian yang ideal
adalah perekonomian yang terus-menerus bertumbuh, tanpa satu tahun atau bahkan
satu triwulan pun mengalami penurunan. Pertumbuhan tersebut disertai stabilitas
harga dan kesempatan kerja yang terbuka luas. Neraca perdagangan dan neraca
pembayara pun mengalami surpulus yang baik. Perekonomian seperti ini dipercaya
akan mampu memberikan kemakmuran dan keadilan bagi rakyatnya dari generasi ke
generasi.
Sayangnya, perekonomian
didunia nyata umumnya mengalami gelombang pasang surut, setidak-tidaknya
dilihat dari perkembangan tingkat output dan harga. Gelombang naik turun
tersebut relative teratur dan terjadi berulang-ulang dengan rentang waktu yang
bervariasi. Ada yang berdurasi pendek, panjang, dan sangat panjang. Dalam ilmu
ekonomi, gerak naik turun tersebut dikenal sebagai siklus ekonomi.
Menurut saya, hal
terpenting yang harus diperhatikan dalam perkembangan kondisi perekonomian
Indonesia adalah inflasi. Tekanan inflasi mulai mereda setelah Badan Pusat
Statistik melansir, September 2013 terjadi deflasi 0,35 persen (mtm) atau 8,40
persen
Direktur
Eksekutif Departemen Komunikasi Bank Indonesia Difi Ahmad Johansyah mengatakan,
deflasi tersebut lebih besar dari perkiraan Survei Pemantauan Harga (SPH) Bank
Indonesia, dan jauh lebih rendah dari perkiraan inflasi oleh banyak analis.
"Pasokan
yang melimpah karena panen beberapa komoditas hortikultura, terutama bawang merah
dan cabe menyebabkan koreksi harga pangan tercatat cukup dalam," kata Difi
dalam berita tertulis yang diterima merdeka.com, Selasa (1/10).
Selain itu,
turunnya harga daging sapi juga mendorong deflasi sehingga kelompok volatile
food mencatat deflasi 3,38 persen (mtm). "Meredanya tekanan inflasi
bulanan juga terjadi pada kelompok inti dan administered prices, masing-masing
mencapai 0,57 persen (mtm) dan 0,34 persen (mtm), seiring meredanya dampak
kenaikan harga BBM dan koreksi harga paska Lebaran," papar Difi.
Terkendalinya
harga-harga tersebut, lanjut Difi, sejalan dengan perkiraan Bank Indonesia
bahwa inflasi akan sangat rendah dan kembali ke pola normal mulai September dan
bulan-bulan ke depan.
Kinerja neraca
perdagangan Agustus 2013 yang tercatat surplus USD 130 juta sejalan dengan
penurunan impor. Neraca perdagangan non-migas mengalami surplus sebesar USD
1,03 miliar, sementara defisit neraca perdagangan migas menyempit menjadi USD
900 juta.
Surplus neraca
perdagangan non-migas terjadi seiring penurunan impor non-migas sebesar 29,5
persen (mtm) yang jauh lebih cepat dibandingkan laju penurunan ekspor non-migas
sebesar 18,9 persen (mtm).
"Impor
non-migas mencapai titik terendah sepanjang 2013 terutama disebabkan impor
barang modal, khususnya alat angkutan untuk industri," jelas Difi.
Dari analisa BI,
turunnya ekspor non-migas dipengaruhi pertumbuhan ekonomi global dan harga
komoditas ekspor yang belum kuat. Terutama pada ekspor kelompok barang primer
(batu bara, karet mentah, dan minyak & lemak nabati) dan kelompok produk
manufaktur (mesin dan alat transportasi, produk kimia, barang konsumen lain
yang lebih rendah, dan produk semi-manufaktur lainnya).
Di sisi migas,
defisit neraca perdagangan migas Agustus 2013 menyempit terutama karena ekspor
minyak meningkat sebesar 25,2 persen (mtm) seiring dengan kenaikan lifting
minyak, sementara impor minyak turun sebesar 12,8 persen (mtm) sejalan dengan
masih besarnya stok penyangga setelah Pertamina melakukan impor minyak yang
besar di bulan Juli.
"Perbaikan
kinerja neraca perdagangan tersebut sejalan dengan perkiraan Bank Indonesia
bahwa defisit transaksi berjalan triwulan III-2013 akan lebih kecil dari
defisit yang terjadi pada triwulan II-2013," tutup Difi.
Dari berita
diatas menuru saya kondisi perkonomian Indonesia sudah mulai mengalami kemajuan
yang lumayan. BI juga menyatakan bahwa tingkat inflasi sudah mulai mengalami
penurunan, walaupun neraca pembayaran Indonesia pada transaksi berjalan
triwulan III-2013 akan lebih kecil dari triwulan II-2013.
Mengingat pentingnya
pengendalian inflasi bagi ekonomi suatu
Negara, sejak tahun 90an berbagai Negara mulai menerapkan kebijakan Inflation Targeting yang bertujuan untuk
membentuk dan mengarahkan ekspektasi masyarakat (inflation expectation) kepada tingkat inflasi yang rendah sebagai
target, dan memberikan pedoman kepada para pelaku pasar baik konsumen maupun
produsen dan para pembuat kebijakan untuk ikut mewujudkan target inflasi ini.
Program ini intinya menyadarkan masyarakat bahwa inflasi itu merugikan dan harus
diperangi.
Dari artikel
diatas, kita tahu bahwa perekonomian Indonesia sudah mulai menunjukan
tanda-tanda peningkatan. Saya yakin jika masyarakat Indonesia mau bersikap
bijak terhadap berbagai gejala ekonomi yang timbul, maka masalah tersebut akan
cepat teratasi dan kemakmuran bangsa Indonesia dapat terwujud.
SUMBER: merdeka.com
Rahardja, pratama &
Mandala manurung, Teori Ekonomi
Makro-Suatu Pengantar, (Edisi ke 4). Jakarta: UI-Press, 2001.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar